Oleh: Puteri Anggani*

Peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2025 menjadi momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk meneguhkan kembali cita-cita persatuan dan kemajuan generasi muda. Di tengah semangat kebangsaan itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menjadikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu fondasi strategis dalam membangun generasi emas 2045—generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi. Program ini bukan sekadar kebijakan sosial, melainkan investasi besar untuk masa depan bangsa.

Melalui MBG, pemerintah berupaya memastikan setiap anak Indonesia memperoleh hak dasar atas asupan gizi yang seimbang, aman, dan higienis. Di berbagai daerah, dapur-dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menjadi garda terdepan dalam menyediakan makanan sehat bagi peserta didik dari tingkat PAUD hingga SMA, serta bagi kelompok rentan seperti ibu hamil dan balita. Program ini membawa misi besar: menekan angka stunting, memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat, serta menumbuhkan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan pelaku usaha lokal.

Di balik semangat besar tersebut, pemerintah terus memastikan mutu dan keamanan pangan. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, menegaskan pentingnya peningkatan standar higienitas dalam proses pengolahan makanan MBG. Ia menjelaskan bahwa seluruh SPPG yang belum memiliki sumber air layak kini diwajibkan menggunakan air mineral galon sebagai langkah antisipatif sementara.

Kebijakan ini muncul setelah evaluasi menunjukkan sebagian kasus keracunan makanan bersumber dari kualitas air yang buruk. Langkah cepat BGN memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam melindungi anak-anak penerima manfaat dari potensi bahaya pangan. Selain itu, Nanik menambahkan bahwa tata kelola program akan diatur secara ketat melalui Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG yang akan segera disahkan. Salah satu regulasi penting dalam Perpres itu adalah larangan memasak sebelum pukul 12 malam demi menjamin kesegaran makanan yang dikirim ke sekolah-sekolah.

Tidak berhenti di sana, BGN juga menerapkan sanksi tegas bagi dapur penyedia yang melanggar prosedur. Hingga Oktober 2025, sebanyak 112 dapur MBG telah ditutup karena tidak memenuhi standar operasional. Hanya 13 di antaranya yang dinyatakan layak dibuka kembali setelah lulus evaluasi ketat dan memenuhi syarat seperti sertifikat higienis, sertifikasi halal, dan sertifikasi air bersih. Kepala BGN Dadan Hindayana menegaskan bahwa pendekatan tegas namun edukatif ini penting untuk memastikan keberlanjutan program MBG tanpa mengorbankan keselamatan masyarakat.

Meski menghadapi berbagai penyesuaian, MBG terus mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan. Dalam sosialisasi MBG di Kabupaten Sidoarjo, Anggota Komisi IX DPR RI Lucy Kurniasari menyebut program ini sebagai wujud nyata komitmen pemerintah dalam membangun sumber daya manusia unggul. Ia menilai MBG tidak hanya menjamin gizi anak-anak, tetapi juga menghidupkan ekonomi daerah melalui pemberdayaan peternak, pembudidaya ikan, dan pelaku UMKM pangan.

Sementara itu, Kolonel Inf. Erin Andriyanto, perwakilan Direktorat Penyaluran Wilayah III BGN, memaparkan bahwa MBG dirancang sebagai bagian dari visi besar pemerintah dalam mencetak generasi unggul. Menurutnya, pelibatan masyarakat sebagai relawan dapur dan pemasok bahan pangan lokal merupakan strategi efektif untuk memperkuat rasa gotong royong sekaligus menggerakkan ekonomi akar rumput. Dengan demikian, program ini tidak hanya menjadi intervensi gizi, tetapi juga menjadi instrumen pembangunan sosial-ekonomi.

Anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo Mochamad Agil Effendi menambahkan, pelaksanaan MBG adalah langkah strategis menuju Generasi Emas 2045. Ia menilai perputaran ekonomi yang tercipta dari pengadaan bahan pangan untuk MBG memberi dampak langsung pada kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan melibatkan petani, nelayan, hingga pedagang kecil, program ini membuka rantai pasok baru yang memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus memperluas lapangan kerja.

Dari sisi kebijakan anggaran, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan bahwa dukungan pemerintah daerah terhadap MBG bersifat komplementer, bukan beban utama. Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan menjelaskan bahwa pendanaan utama program tetap bersumber dari APBN melalui BGN, sedangkan APBD 2026 hanya digunakan untuk kegiatan pendukung seperti rapat koordinasi dan operasional teknis. Pendekatan ini menunjukkan komitmen pemerintah pusat untuk menjaga keberlanjutan MBG tanpa mengganggu prioritas fiskal daerah.

Dalam konteks semangat Sumpah Pemuda, program MBG mencerminkan wujud nyata gotong royong lintas sektor. Pemerintah pusat menetapkan arah kebijakan dan standar mutu, sementara daerah, masyarakat, dan pelaku usaha lokal menjadi pelaksana aktif di lapangan. Sinergi inilah yang menjadikan MBG lebih dari sekadar program sosial—ia menjadi gerakan kebangsaan yang menumbuhkan solidaritas, kesadaran gizi, dan kemandirian ekonomi masyarakat.

Menjelang peringatan 28 Oktober, program MBG hadir sebagai simbol konkret dari tekad bangsa untuk membangun generasi yang sehat jasmani dan rohani. Gizi yang cukup bukan hanya urusan dapur, tetapi bagian dari strategi nasional dalam mencetak manusia unggul yang siap bersaing di era global. Dengan pengawasan ketat, transparansi pelaksanaan, serta partisipasi masyarakat, MBG diharapkan menjadi tonggak lahirnya generasi muda Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya—mewujudkan cita-cita luhur para pemuda 1928 dalam bentuk nyata di abad ke-21.

*Penulis merupakan Jurnalis bidang gizi dan kesehatan masyarakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *